Senin, 11 April 2011

USU Rugikan Negara Rp9 Miliar


MEDAN-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Fakultas Kedokteran (FK) USU untuk rumah sakit pendidikan USU. Sejauh ini pihak Kejatisu telah menemukan beberapa dugaan penyimpangan pengadaan alkes yang anggarannya berasal dari Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (PAPBN) 2010 senilai Rp39 miliar tersebut (bukan Rp38 miliar sebagaimana berita sebelumnya, Red). Demikian hasil penelusuran dan pernyataan sumber terpercaya wartawan Sumut Pos, akhir pekan lalu.
Untuk melengkapi berkas pemeriksaan, rencananya awal pekan ini pihak penyidik akan memanggil Prof DDM yang dianggap paling mengetahui proses tender pengadaan sejumlah alkes tersebut. Sebelumnya DDM dan tiga profesor lainnya, Prof SYP, Prof CHY dan Prof GLN, telah diperiksa tim penyidik untuk dimintai keterangannya. Akhir pekan lalu, tiga pejabat FK USU yang bertugas memeriksa barang juga telah diperiksa Kejatisu. “Jadwalnya Senin (hari ini, Red) Prof DDM diperiksa lagi,” ujar sumber internal di Kejatisu.
Sumber tersebut mengatakan, keterangan Prof DDM sangat penting untuk mengungkap dugaan korupsi. Disebutkannya, dari pemeriksaan sejumlah saksi, kasus mengarah kepada DDM. Pasalnya yang bersangkutan merupakan pimpinan proyek tersebut. “Ada keterangan yang didapat penyidik yang menyebutkan bahwa DDM bertanggung jawab mengarahkan agar rekanan tertentu memenangkan tender pengadaan alkes,” terang sumber tersebut.
Data yang didapat wartawan koran ini di Kejatisu menyebutkan, pengadaan alkes yang diduga bermasalah itu berjumlah lima item, masing-masing item terdiri dari beberapa unit. Lima alkes tersebut adalah: Mobile X-Ray, Cath Lab, CT Scan, Fluroscope dan Mamograph. Dalam dokumen dari pihak USU disebutkan, kelima item alkes yang terdiri dari beberapa unit tersebut, pengadaannya menghabiskan anggaran sebesar Rp39 miliar.
“Dalam hitungan penyidik berdasarkan sumber-sumber resmi, untuk pembelian alkes itu paling banyak menghabiskan anggaran Rp30 miliar. Sedangkan dalam dokumen USU disebutkan menghabiskan anggaran Rp39 miliar. Sedikitnya diduga ada selisih Rp9 miliar. Pengadaan alkes, juga tidak sesuai rencana kegiatan anggaran (RKA). Tapi untuk menentukan kerugian negara menunggu pemeriksaan BPKP, setelah pengumpulan informasi selesai kita lakukan,” tambahnya.
Dicontohkannya, dalam RKA untuk item alkes Mamograph direncanakan pengadaannya hanya lima unit, namun realisasinya berjumlah sepuluh unit. Tidak hanya itu, jumlah satuan harga untuk masing-masing unit juga dibengkakkan, tidak sesuai dengan dokumen RKA. “Modusnya, pengadaan barang tidak sesuai dengan satuan unit dan satuan harga dalam RKA. Harganya juga jauh dari harga sebenarnya, dari sinilah diduga ada mark up,” tambahnya.
Atas data yang disampaikan sumber wartawan koran ini di Kejatisu tersebut, wartawan koran ini akhir pekan lalu melakukan penelusuran di FK USU dan rumah sakit Pendidikan USU. Sejumlah sumber di USU yang dihubungi memilih bungkam. Mereka umumnya mengatakan tidak etis mengomentari masalah ‘di rumah sendiri’. Namun pada prinsipnya mereka tetap mendukung agar kasus itu segera dituntaskan. “Bersalah atau tidak, menyimpang atau tidak, harus segera diumumkan pihak Kejatisu,” ujar sumber tersebut.
Wartawan koran ini dalam tiga hari terakhir berupaya melihat alat tersebut di rumah sakit pendidikan USU. Namun petugas sekuriti tak memperkenankannya. Memasuki areal rumah sakit yang pembangunannya memasuki finishing akhir itu memang sangat sulit. Seluruh areal masih dipagar seng. Pintu masuk ke areal rumah sakit hanya satu, tepat dari Jalan Dr Mansur. Berbagai cara dilakukan, namun petugas sekuriti mengatakan, hanya pihak yang berkompeten yang boleh masuk ke rumah sakit tersebut.
Sumber wartawan koran ini di Kejatisu mengatakan, pihak penyidik telah meninjau alkes tersebut. Semua ‘barang baru’ tersebut masih dalam kotak. “Jumlahnya belasan kotak, sebagian masih terselubung plastik dan bahan berlapis styrofoam. Jumlahnya memang lengkap, tapi ya itu tadi, tak sesuai dengan RKA,” terangnya.
Informasi lain menyebutkan, sejumlah ruangan di rumah sakit Pendidikan USU terpaksan dibongkar, karena spesifikasi alkes tidak sesuai rencana sebelumnya. Agar alkes muat, sejumlah ruangan direnovasi ulang.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu), Sution Usman Adji, yang dikonfirmasi pekan lalu, terkait perkembangan penyelidikan dugaan korupsi alkes USU mengatakan, pihaknya masih berkutat pada pengumpulan informasi. “Kita masih evaluasi dan masih mengumpulkan segala bentuk informasi. Kita belum bisa menjabarkan pada media, karena kita masih melakukan evaluasi dari penyelidikan tersebut. Memang ada beberapa (petinggu USU, Red) yang diperiksa kemarin. Namun belum bisa diekspos kerena kita hanya mintai keterangan sebagai saksi saja,” tutup Sution.
Prof DDM: Perintah Rektor Tanya Humas
Upaya melakukan konfirmasi atas berbagai persolan pengadaan alkes FK USU, telah maksimal dilakukan. Namun jawaban yang diberikan Prof DDM, orang yang dianggap paling mengetahui proyek yang kini dilidik Kejatisu itu, tak memuaskan. Padahal wartawan koran ini hanya ingin memberikan ruang untuk pihak USU membela diri dengan pernyataan dari pihak-pihak yang terkait langsung.
Wartawan sengaja ingin memberikan tempat seluas-luasnya kepada Prof DDM, yang ditengarai merupakan Pimpro Pengadaan Alat Kesehatan tersebut. Sabtu (9/4) tepat pukul 09.15 WIB, wartawan sengaja mendatangi FK USU untuk menemui DDM yang tak lain adalah seorang guru besar di fakultas tersebut, namun tak berhasil.
Begitu juga saat wartawan mendatangi Gedung Biro Rektor USU pukul 10.00 WIB untuk menemui DDM yang juga staf ahli Pembantu Rektor III USU. Pada kesempatan tersebut, DDM tak berada di tempat.
Tak habis akal, pukul 11.20 WIB, dengan bertanya kepada satpam kampus, wartawan berhasil mendapatkan alamat rumahnya di di Jalan Tridharma No 114, komplek kampus USU. Setelah 15 menit mencoba mengetuk gagang pengunci gerbang rumah, tak seorang pun penghuninya yang keluar rumah.
Wartawan lalu bertanya kepada satpam yang berjaga di rumah tetangga, satu rumah dari rumah Prof DDM. “Ada anaknya di rumah itu Bang, kalau profesornya tak ada, mungkin masih ngajar di Pascasarjana USU,” jelasnya.
Kembali mencoba mengetuk gagang pengunci gerbang rumah, tetap saja tak seorangpun yang menyahut dari dalam rumah.
Berbekal informasi dari satpam, wartawan mendatangi Fakultas Pascasarjana USU. Bertanya di bagian administrasi, ternyata Prof DDM mengajar di Fakultas Pascasarjana Kesehatan Masyarakat program doktoral (S-3). “Namun, saat ini program doktor sedang libur. Jadi beliau tak datang ke kampus,” ujar seorang staf yang tak ingin namanya dikorankan.
Wartawan mencoba mengonfirmasikan pertanyaan tersebut ke Kabag Humas USU Bisru Hafi. Awalnya wartawan mengirimkan pesan singkat (SMS) dengan meminta tanggapan tentang permasalahan di atas. Namun, hingga berita ini dimuat, Bisru tak mengirimkan balasan SMS konfirmasi. Saat beberapa kali dihubungi ke telepon selularnya, Bisru tak mengangkat.
Keesokan hari, Minggu (10/4) wartawan kembali mencoba mendatangi rumah Prof DDM, sekira pukul 14.10 WIB. Sama seperti hari sebelumnya, rumah tersebut seperti tak berpenghuni, tak ada orang yang menyahut panggilan.
Sekira pukul 16.00 WIB, wartawan mencoba menelepon ke nomor telepon selular Prof DDM dengan nomor yang belum pernah digunakan menelepon Prof DDM sebelumnya. Tapi, tak seperti yang diharapkan, beliau hanya mengalihkan wawancara kepada Humas. “Wah, kalau soal itu langsung ke Humas USU saja. Itu sesuai perintah rektor, tak ada yang boleh memberikan jawaban selain Humas,” katanya seraya menutup teleponnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar