Selasa, 13 Agustus 2013

Membina Hubungan Baik dengan Perantau Minang

SATU hal yang menjadi pembicaraan saat lebaran adalah kepulangan para perantau minang. Kehadiran perantau itu sudah terlihat sejak H-7 Lebaran tahun 2013 ini.

Kendaraan roda empat berbagai merk bersileweran di jalan-jalan utama kota dan nagari. Jika melihat kendaraan tersebut kebanyakan berasal dari Pulau Jawa, sebut saja dengan nomor plat B, D, F dan lain-lain. Kemudian plat mobil asal Sumatera juga tak kalah banyaknya, yakni, BG, BH, BK, BG dan lain sebagainya.

Memang setiap momen lebaran dapat dikatakan hari spesial bagi perantau. Kehadirannya sangat diharapkan, bahkan media massa satu persatu menguliti potensi dan gaya hidup para perantau ini. Saking dirindukannya orang kampung membenahi rumah dan perkarangannya untuk menyambut perantau yang datang..

Ya, kehadiran perantau mampu menyemarakan hari yang penuh kemenangan ini. Orang kampung pastinya sangat bangga karena sanak saudara mereka yang merantau bisa datang di hari yang berbahagia itu.

Apalagi perantau mampu memberikan “sesuatu” bagi kampungnya berupa bantuan kepada pembangunan mesjid dan tentunya THR sekedarnya. Rata-rata perantau menyumbang melebihi orang-orang yang berada dikampungnya. Dikampung penulis bahkan setiap kali menyumbang selalu disebutkan nama perantau dan dari mana yang bersangkutan merantau.

Tidak itu saja, berbagai acara anak nagari digelar pemuda. Acara seminggu bahkan lebih disuguhkan oleh anak nagari untuk perantau. Harapan mereka tentunya acara tersebut bisa memeriahkan lebaran dikampungya. Nah, disini bantuan perantaun sangat mereka harapkan.

Belum lagi, perantau menjadi tempat mengadu sanak saudara atau kemenakan yang baru tamat sekolah atau kuliah. Mereka berharap perantau dapat membawa mereka ke tempat perantauannya untuk mengadu nasib. Harapannya tentu nasib orang kampung bisa mengikuti jejak sukses orang rantau.

*****
Merantau bagi orang minang bukanlah hal baru. Sudah sejak lama orang minang dibelahan nusantara bahkan mancanegara menginjakan kakinya. Mereka menetap dan beranak pinak di perantauannya. Salah satu kunci sukses orang merantau adalah kemampuan beradaptasi dengan baik di daerah rantaunya.

Perantau minang tidak mau hidup eksklusif sehingga ditempat perantauannya tidak pernah membuat nama kampung sendiri, apakah kampung Minang atau kampung Padang Beda dengan di kampung halamannya di Sumatea Barat, yang ada kampung Jawa, Kampung Cina, Kampung Keling dan sebagainya.

Hal tersebut dibenarkan Sosiolog Mochtar Naim lewat disertasinya yang judul “Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau”. Menurutnya orang Minangkabau merantau dengan hati dan pikiran terbuka serta imajinasi yang tinggi.

Ia berpendapat disamping merantau dan berdagang, pola hidup masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka berpikir dan menelaah. Kebiasaan positif tersebut pada akhirnya menghasilkan para pemikir dan tokoh tokoh berpengaruh di nusantara ini.

Dengan falsafah hidup Alam Takambang Jadi Guru perantau minang mampu menyesuaikan kehidupan dengan alam yang berbeda dengan alam Minangkabau, kampung halaman yang tak pernah mereka lupakan sejauh apapun mereka merantau.

Terkait dengan itu, Kabiro Pemerintaan Sumatera Barat, Suhermanto mencatat peran­tau Minang tersebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Di setiap provinsi itu terbentuk paguyuban. Tidak hanya tingkat provinsi, tapi juga terbentuk paguyuban di tingkat kabupaten/kota hinggga tingkat kecamatan.Paguyuban terbesar berada di Jawa Timur dan Jawa Barat.

Namun begitu, jika ditelisik kehidupan di rantau memang tidak semudah yang dibayangkan. Banyak diceritakan kisah sukses peranta minang yang bermula dari pahitnya kehidupan dikampung halaman. Dengan bermodal seadanya mereka merangkak menembus kerasnya kehidupan negeri orang. Tidak jarang yang berjuang sendiri dan mempertahankan hidup.

Menurut penulis, hal inilah yang perlu dibenahi, artinya harus ada upaya saling mendukung dan membesarkan. Kemudian orang yang akan merantau dibekali dengan berbagai dengan skill. Selain ilmu agama, perantau juga harus dibekali dengan skill yang dapat ditampung didunia kerja.

Persoalan tersebut pernah disorot salah seorang perantau minang di Jakarta, yakni Indra J Piliang. Pria yang saat ini mencalonkan diri sebagai Walikota Pariaman ini berharap anak-anak muda yang merantau memiliki SDM yang cukup untuk merantau.

Keahlian mestinya didapatkannya diranah dan tidak semuanya dibekali dengan kemampuan di daerah perantauannya. Misalnya orang yang ingin menjadi penjual sate, memang didik untuk meracik sate yang enak di Sumbar terlebih dahulu. Sehingga ketika pergi merantau sudah siap untuk bekerja.

Menurut penulis, besarnya eskpektasi orang minang merantau harus menjadi perhatian pemerintah. Misalnya ada balai latihan kerja yang disiapkan untuk para perantau ini. Terutama dalam berdagang yang menjadi ciri khas orang merantau. Begitu juga orang minang yang akan melanjutkan pendidikan di luar Sumatera Barat, hendaknya diberi kemudahan, apakah itu berupa beasiswa atau akses tempat ia mengadu nasib diantau orang.

Sebaiknya semua pihak harus membina hubungan baik dengan perantau. Dengan adanya kepedulian pemerintah, pihak swasta dan orang kampung terhadap perantau maka kedepannya akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan.

Perantau dengan senang hati berangkat ke negeri orang, jika Ia sudah berhasil maka akan selalu mengingat dan membantu program pemerintah daerah dan sanak saudara di kampungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar