Jumat, 04 Maret 2011

Unicef Kucurkan Rp 90 M untuk Aceh

BANDA ACEH - Badan PBB untuk pendanaan Anak, Unicef menyiapkan anggaran sebesar 9 juta dolar AS (sekitar Rp 90 miliar) untuk membantu perbaikan sistem dan kapasitas di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat di Aceh. Program ini direncanakan akan dimulai tahun 2011 hingga 2012 mendatang, sebagai bagian dari program jangka panjang Unicef dalam membantu pemulihan Aceh pascatsunami 2004 lalu.  

“Untuk pembangunan pendidikan, kesehatan dan bidang kesra kami telah siapkan anggaran 9 juta dolar AS atau senilai Rp 90 miliar,” sebut  Kepala Kantor Unicef Perwakilan Aceh, Abdul Kadir Musse dalam pertemuannya dengan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, di ruang kerja Gubernur Aceh, Kamis (3/3).

Staf peneliti Unicef Bidang Sosial dan Kebijakan Unicef, Inggrid Kolb Hindarmanto mengatakan, pascatsunami dan damai, Aceh sudah banyak kemajuan, baik untuk di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan lainnya. Begitupun, kemajuan yang telah dicapai Aceh selama lima tahun pascatsunami dan damai itu, belum membuat jumlah penduduk miskin dan derajat kesehatan masyarakat Aceh berada di atas rata-rata nasional. 

Saat ini, jumlah penduduk miskin Aceh masih mencapai 20,98 persen atau berada di atas rata-rata nasional yang hanya 13,13 persen. Begitu juga jumlah pengangguran di Aceh sebanyak 8,60 persen masih berada di atas rata-rata nasional yang berada di angka 7,41 persen. 

Namun demikian, kata Inggrid, dibandingkan lima tahun lalu, di mana jumlah penduduk miskin Aceh mencapai 28,28 persen, jelas kini terjadi penurunan yang cukup signifikan, mencapai 87,3 persen lebih. Jumlah pengangguran juga telah menurun dibandingkan lima tahun lalu yang mencapai 10,43 persen.

Staf Ahli Unicef Bidang Kesehatan, Simon Sengkerij mengungkapkan, hasil penelitiannya di desa-desa, jumlah kematian ibu dan bayi saat melahirkan di Aceh masih tinggi dan berada di atas nasional. Kecuali itu, anak balita di Aceh yang mengalami ancaman gizi buruk juga masih cukup besar mencapai 23 persen. 

Ia mengatakan, hal ini perlu menjadi perhatian khusus Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, karena ia bisa menurunkan kemempuan berfikir dan ketehanan fisik generasi Aceh di masa datang.

Masukan hampir serupa juga dilontarkan staf Ahli Unicef Bidang Pendidikan, Oemardi. Ia mengatakan, meski kemajuan Pendidikan di Aceh telah membaik pada pascatsunami dan konflik, tapi menurut analisanya, masih banyak anak putus sekolah untuk jenjang pendidikan SD dan SMP. Hal ini karena pengaruh kemiskinan dan faktor transportasi. “Tapi untuk kemauan bersekolah anak-anak di Aceh sudah berada di atas nasional,” kata dia. 

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, atas nama masyarakat dan Pemerintah Aceh, mengucapkan terima kasih kepada Unicef yang melanjutkan program bantuannya pascatsunami. Ia mengakui, sebelum ada program bantuan pendidikan bagi anak yatim piatu, putus sekolah, anak terlantar dan fakir miskin, jumlah anak sekolah yang drop out untuk jenjang pendidikan SD dan SMP cukup besar. Tapi setelah program bantuan pendidikan itu sudah berjalan tiga tahun, jumlah anak putus sekolah menurun drastis.

Setiap tahunnya, sebut Gubernur Irwandi Yusuf, tidak kurang 100.000-125.000 anak yatim piatu, putus sekolah, terlantar dan fakir miskin yang diberikan bantuan pendidikan Rp 1,8 juta/anak/tahun. Uang sebesar itu cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan anak sekolah. Bantuan pendidikan itu diberikan mulai dari jenjang pendidikan SD, SMP sampai SMA.

Terkait dengan masalah gizi bagi balita dan anak, Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, persoalan ini akan menjadi perhatian serius pemerintah Aceh kini dan ke depan. “Sedangkan masih tingginya jumlah kematian balita dan ibu saat melahirkan, hal itu akan berkurang dengan adanya program pengobatan dan bersalin gratis melalui program JKA di setiap puskesmas dan rumah sakit umum daerah kabupaten/kota dan provinsi,” ujar Irwandi Yusuf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar