Senin, 14 April 2014

Geledah Kasus Dermaga Sabang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Heru Sulaksono, kemarin. Kasus TPPU ini adalah pengembangan dugaan korupsi Proyek Pembangunan Dermaga Pongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Provinsi Aceh pada tahun 2006-2010.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, penggeledahan itu dilakukan di 2 lokasi berbeda. Pertama di sebuah rumah milik Heru di Jalan Malaka Biru IV Nomor 14, RT 10/RW 10, Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Dari rumah itu, kata Johan, penyidik menyita mobil Honda CRV B 1615 HE.

"Kemudian disita juga uang US$ 37.390 dan Rp 50 juta. Kemudian mobil CRV disita, mobil itu atas nama Rina Puspita‎," beber Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2014).

Kemudian, lanjut Johan, penggeledahan kedua berlangsung di rumah salah seorang saksi kasus ini, yakni Didik Priyanto. Lokasinya di Taman Kedoya Permai di Jalan Limas I B5 Nomor 16, RT 07/RW 07, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

"Di rumah Didik penyidik menyita mobil VW jenis Beatle nomor B 1117 RH. Mobil ini atas nama Didik Priyanto," ujarnya. Penyitaan-penyitaan itu dilakukan, lanjut Johan, karena diduga berkaitan dengan TPPU yang dilakukan dengan Heru.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, KPK telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka pada Agustus 2013. Ketiga tersangka itu adalah Ramadhani Ismy, Heru Sulaksono, dan Syaiful Achmad.

Ramadhani adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, Heru merupakan Kepala PT NK Cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation, dan Syaiful adalah Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Sabang periode 2006-2010.

Ketiga tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi terkait pembangunan dermaga bongkar di Sabang. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 249 miliar.

Oleh penyidik, Ramadhani dan Heru disangka melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Syaiful dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tak cuma itu, dalam pengembangan kasus ini, Heru juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Heru diduga melanggar pasal 3 dan atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau pasal 3 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana diubah dengan UU 25 Tahun 2003 tentang TPPU juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah tempat di Jakarta, terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang tersangka Heru Sulaksono. Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi Proyek Pembangunan Dermaga Pongkar Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Provinsi Aceh pada 2006-2010.

"Perlu diinformasikan bahwa siang hari ini, terkait dengan penyidikan dugaan TPPU dengan tersangka HS, terkait dengan kasus Pembangunan Dermaga Sabang. Penyidik melakukan penggeledahan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Kamis (10/4/2014).

Johan penggeledahan ini dilakukan di sebuah rumah di Jalan Malaka Biru IV Nomor 14 RT 10 RW 10 Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Kemudian di Apartemen Salemba di Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Dan sebuah rumah di Taman Kedoya Permai di Jalan Limas I B5 Nomor 16, RT 07/RW 07 Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, KPK telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka pada Agustus 2013 lalu. Ketiga tersangka itu adalah Ramadhani Ismy, Heru Sulaksono, dan Syaiful Achmad.

Ramadhani adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang di Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Sementara Heru merupakan Kepala PT NK Cabang Sumatera Utara dan Aceh, merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation, dan Syaiful adalah Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Sabang periode 2006-2010.

Ketiga tersangka diduga melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi terkait pembangunan dermaga bongkar di Sabang. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 249 miliar.

Oleh penyidik, Ramadhani dan Heru disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.

Sedangkan Syaiful dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Tak cuma itu, dalam pengembangan kasus ini, Heru juga ditetakan tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Heru diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 3 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU, sebagaimana diubah dengan UU 25 Tahun 2003 tentang TPPU juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Penyidik KPK melakukan penggeledahan sebuah rumah di Jalan Malaka Biru IV, Pondok Kopi, Jakarta Timur. Dari penggeledahan terkait kasus dugaan korupsi proyek dermaga di Sabang itu, KPK menyita 1 mobil.

Rumah bernuansa kuning itu diketahui milik Heru. Namun, belum diketahui apa kaitannya sang pemilik rumah dengan kasus tersebut.

KPK sudah berada di rumah itu sejak pukul 11.00 WIB. 2 Jam kemudian, petugas sudah meninggalkan kompleks Malaka Country. Petugas diketahui menyita 1 unit mobil Honda CRV cokelat dari rumah itu.

"Petuganya pakai Elf sama Innova. Terus di belakangnya mobil Pak Heru CRV juga dibawa," kata salah seorang petugas keamanan komplek yang tak mau disebutkan namannya, Kamis (10/4/2014).

Petugas keamanan itu menjelaskan, saat pengeledahan anggota keluarga itu lengkap sedang berada di rumah termasuk Heru dan istrinya.

"Tadi mah memang lengkap ada semua. Pak Herunya ada istrinya ada. Saya tahu itu mobil Pak Heru karena memang setiap hari mobil itu dipakai," lanjutnya.

Saat ini pnggeledahan sudah selesai. Rumah bernuansa kuning itu tampak sepi. Di halaman rumah hanya terparkir sebuah mobil Toyota Vios dan sebuah motor Honda Vario.

Tak terlihat aktivitas yang menonjol dari rumah itu. Hanya ada 2 anjing yang terus menggonggong saat awak media mendekati pagar rumah.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan bekas anggota DPR dari Fraksi PAN Teuku Saiful Achmad sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dermaga bongkar di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh. Dalam kasus ini, diduga terjadi penggelembungan nilai proyek sehingga merugikan negara Rp 294 miliar.

Mengungkap Praktik Kadi Liar di Aceh

LELAKI muda itu tampak resah. Sesekali matanya melihat orang-orang di sekitar yang jumlahnya tidak sampai sepuluh. Malam itu jarum jam menunjukkan pukul 21.00 WIB saat ia dan wanita di sampingnya duduk terdiam. Tidak ada yang istimewa tergambar dari raut wajah keduanya, kecuali perasaan gelisah menyelimuti seisi rongga dada. Lelaki muda itu, sebut saja namanya Roy, adalah calon pengantin yang akan menikahi wanita idamannya, Rin (bukan nama sebenarnya). Keduanya telah memutuskan untuk menikah pada seorang kadi liar (penghulu). Malam itu menjadi momen paling sakral bagi keduanya. Hanya saja Roy dan Rin tak menjalani prosesi pernikahan yang semestinya seperti pernikahan umumnya yang tercatat di KUA.

Roy masih berusia 25 tahun. Perantau asal Sigli di Banda Aceh ini memilih mempersunting wanitanya, yang asal Banda Aceh di depan seorang kadi. Momen ijab kabul itu berlangsung malam hari, dan hanya diketahui oleh beberapa teman Roy dan beberapa orang dari Rin, yang menurut pengakuan mereka adalah keluarganya.

Tgk Kadi, tidak banyak bertanya atau menelisik lebih jauh siapa orang-orang yang dibawa kedua mempelai malam itu, sampai proses akad nikah berlangsung. “Pakiban peu kabereh. (Bagaimana sudah beres)” kata Tgk Kadi kepada Roy yang malam itu tampak sedikit resah. “Ka (sudah),” sahut Roy dengan suara pelan.

“Peu jih yang bereh (apanya yang beres),” tanya Tgk Kadi lagi.

Sesaat kemudian, Roy menyerahkan sebuah amplop berisi uang senilai Rp 500.000. Seusai melihat sebentar, Tgk Kadi melanjutkan tugasnya.

“Kajeut tamulai. (Sudah bisa dimulai),” ujar lelaki itu. Suasana mendadak sepi dan hening.

Prosesi akad nikah diawali lantunan ayat suci Alquran. Tgk Kadi kemudian melanjutkan tausyiah singkat, memberi pesan-pesan nasehat kepada kedua mempelai. Intinya kedua mempelai harus saling menjaga, dan berkasih sayang dalam membina biduk rumah tangga yang sebentar lagi akan mereka arungi bersama, nyaris seperti ceramah umumnya pada hari pernikahan. Tidak berapa lama kemudian, Kadi meminta diperlihatkan mahar.

Semula Roy akan mempersunting Rin dengan mahar tiga mayam emas. Tapi lelaki itu hanya mempu membawa dua mayam emas. Tgk Kadi memakluminya, dengan memberi catatan satu mayam lainnya sebagai utang yang harus dilunasi Roy setelah menikah. Pada akhirnya tibalah saatnya Roy mengucapkan ijab kabul dengan Tgk Kadi sebagai wali nikah si mempelai wanita. Roy ternyata benar-benar tak siap. Lafaz ijab kabul yang semestinya sesuatu yang sakral, berubah menjadi momen yang membuat seisi ruangan rumah sesak menahan tawa. Soalnya Roy kesulitan mengucapkan ijab kabul, sampai ia harus mengulangnya berkali-kali. Baru pada hitungan ketujuh kali setelah Tgk Kadi menuntunya, ia berhasil. Sejak malam itu, Tgk Kadi memutuskan Roy dan Rin sudah menjadi suami istri.

“Malam nyoe pih kajeut wo u rumoh (malam ini juga sudah bisa pulang ke rumah),” ujar Tgk Kadi, lega. Selembar surat keterangan dari Tgk Kadi memperkuat bukti kalau keduanya sudah menjadi suami istri. Surat keterangan telah menikah itu langsung dapat dibawa pulang malam itu, bertuliskan dengan huruf mesin tik manual dalam kondisi dipres lengkap dengan tanda tangan Tgk Kadi dan dua foto mempelai.

Cerita pernikahan Roy dan Rin ini dituturkan seorang sumber yang ikut menyaksikan proses jalannya pernikahan pada seorang kadi liar di Banda Aceh.

“Semula saya diajak untuk menemani saja. Ketika sudah sampai saya juga ikut terkejut,” ujarnya. Peristiwa ini terjadi pada 2012 di sebuah rumah di sekitar Banda Aceh. Sumber tersebut juga mengaku melihat beberapa pasangan lainnya yang antre di luar ruangan dengan tujuan menikah pada malam itu.

Praktik menikah pada kadi liar memang bukan lagi isapan jempol. Kasus terbaru terjadi Jumat, 11 April 2014. Petugas WH Bireuen mengamankan satu pasangan yang diduga telah menikah pada kadi liar. Pasangan tersebut berinisial H dan M, warga Kecamatan Jeunieb, Bireuen. Pasangan ini ditangkap warga di kawasan Kecamatan Jeunieb. Komandan WH Bireuen, Usman Kelana mengatakan keduanya telah menikah pada kadi liar di Banda Aceh pada 4 April 2014.

“Pasangan itu kami jemput dari Jeunieb setelah sebelumnya sempat diamankan warga di salah satu desa kawasan Jeunieb,” kata Usman, Sabtu 12 April 2014.

Lelaki H mengaku dirinya sudah menikah dan punya seorang anak berumur enam tahun. Namun dua bulan lalu, H telah bercerai dengan istrinya. Sedangkan pasangan barunya M merupakan janda tiga anak, yang suaminya telah meninggal.

“Pada 4 April 2014 lalu kami menikah pada kadi di kawasan Lampeuneurut, Aceh Besar dengan membayar Rp 200.000 untuk kadi tersebut,” kata H.

Untuk membuktikan ucapannya itu, H mengaku mengantongi surat keterangan telah menikah yang dikeluarkan samg kadi. “Setelah menikah, dia (M) pulang ke Jeunieb. Lalu saya menyusul M ke Jeunieb. Baru satu malam di Jeunieb kami ditangkap dan dibawa ke meunasah gampong,” kata H, polos.







SEPERTI tercium tapi tak teraba. Fenomena kadi liar masih marak terjadi di berbagai wilayah di Aceh. Ada terselubung, juga ada yang terang-terangan. Beberapa kasus di antaranya baru diketahui setelah ada pasangan yang tertangkap. Praktik yang melibatkan ‘Tgk Kadi’ ini di sebagian wilayah malah ramai didatangi para ‘calon pengantin’. Lantas mengapa menikah menggunakan jasa kadi liar masih diminati masyarakat? Bagaimana pula modus para kadi liar menggaet pasangan pengantin? menelusurinya dalam liputan eksklusif edisi ini.

RUANGAN itu diterangi cahaya seadanya. Di dalamnya, samar-samar terlihat satu set pelaminan adat Aceh tertata rapi. Hanya ada satu kasur berbalut kain kasa, bantal dan beberapa aksesoris. Di dominasi warna kuning keemasan berhiaskan berbagai pernak-pernik khas Aceh membuat ruangan seluas 3x4 meter itu berbeda dengan dua ruang lain di depannya.

“Ruangan ini hanya kami gunakan kalau ada pasangan yang menikah,” kata Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, M Iqbal SAg MH saat ditemui di kantornya Jumat (11/4) lalu. Ruangan ini menjadi saksi bisu atas prosesi ijab kabul banyak pasangan calon ‘pengantin’ yang harus menikah kembali setelah pernikahan mereka terdahulu tidak diakui negara.

“Kami tidak mencatat berapa jumlahnya. Tapi kasus seperti ini banyak kami temukan. Ini menunjukkan masih maraknya pasangan yang menikah pada kadi liar tanpa mengikuti prosedur resmi yang diatur negara, akhirnya (mereka) harus menikah kembali,” katanya.

Selayaknya pengantin baru, mereka yang dinikahkan kembali di kamar kantor KUA itu mengikuti aturan negara. Tanggal pernikahan juga dicatat petugas pencatat nikah (PPN) di KUA saat hari mereka melangsungkan pernikahan. “Jadi tanggal pernikahannya bukan hari saat pasangan itu menikah dulu,” ujar Iqbal yang mengepalai KUA Ulee Kareng sejak 2011.

Penelusuran, praktik kadi liar ini sulit terendus karena terorganisir rapi, dan beroperasi sembunyi-sembunyi. Konon, beredar kabar, para kadi juga ikut memakai jasa agen untuk mendapat ‘pelanggannya’.

Dokumen yang diperoleh setidaknya ada lima titik lokasi kadi liar beroperasi di Banda Aceh. Para kadi liar ini diduga juga menampung pasangan bermasalah. Dalam praktiknya, kadi bersangkutan hanya mengeluarkan selembar surat berisikan identitas kedua belah pihak, mahar, saksi dan kadi yang menikahkan. Surat nikah itu tidak menyebutkan status kedua mempelai (jejaka/duda atau perawan/janda).

“Padahal status pasangan dalam pernikahan sangat penting untuk menghindari kesalahan menikahkan seorang perempuan yang sudah bersuami atau menikahkan seorang lelaki yang beristri tanpa izin dari istri pertama,” ujar Iqbal yang ikut meneliti praktik nikah siri di Banda Aceh.

Menurut Kepala KUA Ulee Kareng ini, kasus pernikahan liar justru banyak diketahui setelah ada pasangan yang sudah menikah tertangkap, atau mereka melapor sendiri ke KUA setempat untuk mengurus buku nikah guna membuat akte kelahiran anak, atau mengurus surat cerai.

“Melalui laporan yang masuk ke KUA tersebut baru diketahui, pasangan yang bersangkutan ternyata telah menikah pada kadi liar,” ujarnya.

Setelah menemui seorang kadi yang beroperasi di Kota Sabang. Namanya, Abu Thalib, Keuchik Gampong Balohan, Kecamatan Suka Jaya, Kota Sabang. Lelaki ini kerap dilabelkan sebagai “KUA Keliling.” Ia mengakui sudah menikahkan 500 lebih pasangan suami istri.

Di Kabupaten Bireuen, petugas Wilayatul Hisbah (WH) setempat berhasil mengamankan empat kadi sepanjang satu tahun terakhir.

Dua kadi beroperasi di Kecamatan Peudada dan dua lainnya di Kecamatan Peulimbang dan Gandapura.

“Pasangan yang dinikahkan oleh kadi liar sering ditangkap warga, lalu dinikahkan kembali di kantor KUA. Sedangkan kadi liar membuat pernyataan tidak mengulangi lagi perbuatannya,” kata Komandan WH Bireuen, Usman Kelana.

Menikah menggunakan jasa kadi liar terbilang lebih mudah. Pasangan cukup menyiapkan uang Rp 400-Rp 600.000 sebagai biaya nikah. Soal wali nikah, tidak perlu rumit. Kadi hanya menyediakan saksi nikah dengan imbalan Rp 50.000 per orang. Usai akad selesai, pasutri mendapat selembar surat keterangan nikah dari sang kadi.

Menurut seorang kadi liar yang ditemui, kebanyakan pasangan yang menikah sudah berhubungan layaknya suami istri. Bahkan ada yang hamil duluan. Selain itu, ada juga pasangan yang sudah berkeluarga, tapi sudah bercerai dengan suami atau sudah cerai dengan istri pertama.

“Ada juga yang berlasan hubungan mereka tidak direstui orang tua atau keluarga, ada juga karena sudah duluan berhubungan badan, tapi tidak ada uang. Lalu memilih menikah di sini,” ujar seorang kadi yang beroperasi di Bireuen.

Tidak dapat dipungkiri. Keberadaan kadi liar ibarat ‘dewa penolong’ bagi pasangan yang ingin menikah namun terhalang berbagai rintangan. Cukup bermodalkan uang ratusan ribu rupiah maka prosesi ijab kabulpun selesai. Walaupun tidak mengantongi akta nikah, namun menikah instan yang ditawarkan kadi liar menjadi jalan pintas yang dianggap pantas.

Praktik kadi liar secara tegas juga diatur negara. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan tindakan menikahkan seseorang tanpa tercatat pada KUA termasuk tindakan pidana pelanggaran bukan kejahatan.

“Pemerintah harus memberi perhatian, agar kadi liar yang berpraktik ini bisa ditertibkan,” ujar Kasi Bimas Islam Kementerian Agama Kota Banda Aceh, Zulkarnaini MAg kepada, Jumat 11 April 2014.

Menurutnya, menikah resmi melalui pencatatan negara di KUA hanya butuh biaya Rp 30.000. Biaya ini jauh lebih murah dibandingkan dengan menikah pada kadi liar yang mencapai ratusan ribu. Hanya saja, kata dia, pasangan yang menikah lewat pencatatan KUA, wajib mengikuti prosedur yang diatur negara. “Salah satunya memiliki wali yang sah,” tegasnya.(




ADA dua bentuk nikah pada kadi liar yang kerap terjadi di masyarakat. Pertama, pernikahan yang dihadiri wali nasab kedua belah pihak perempuan dan laki-laki yang dinikahkan oleh kadi. Wali nasab adalah lelaki beragama Islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut hukum Islam. Pernikahan semacam ini, dinilai sah menurut agama tapi tidak diakui negara karena tidak masuk dalam pencatatan administrasi negara di KUA.

Kedua, pernikahan yang terjadi tanpa dihadiri wali nikah baik dari laki-laki maupun perempuan. Kadi bertindak sebagai wali hakim atas pasangan yang menikah. Pernikahan seperti ini dinilai tidak sah menurut agama dan juga tidak diakui negara.

Menurut negara, wali hakim yang sah itu adalah wali yang ditunjuk negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pada pasal 1 sub b diterangkan: “Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan wewenang untuk bertindak sebagai wali nikah”. Sementara dalam kasus nikah pada kadi liar kedudukan wali tidak jelas, dan banyak yang meragukan.

PRAKTIK kadi liar juga marak di Nagan Raya. Para peminat jasa penghulu ini terbilang lumayan tinggi. Mulai dari pejabat hingga pasangan muda perawan.

Menurut seorang kadi di Nagan Raya, proses pernikahan menggunakan jasanya bertarif Rp 500.000-Rp 1 juta sekali ijab kabul. Proses penikahan di jalur instan ini pun tidak membutuhkan kehadiran wali mutlak.

“Kehadiran orang tua atau wali dari perempuan yang akan dinikahi bisa diwakili dengan selembar kuasa yang diteken wali calon pengantin perempuan dan dibubuhi materai 6000,” kata sang kadi, Minggu 13 April 2014.

Uang ini digunakan untuk biaya saksi nikah serta sejumlah keperluan lainnya. Prosesi pernikahan paling banter memakan waktu satu jam, dan sesuai dengan pernikahan pada umumnya. Pasangan yang menikah menggunakan jasa kadi ini tidak memperoleh buku nikah dan tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). “Mereka hanya mendapat surat keterangan saja bahwa sudah menikah,” ujarnya.

Menurut pengakuan kadi tersebut, dirinya sudah menikahkan banyak pasangan. “Mungkin sudah seribuan orang yang saya nikahkan. Saya melakukannya atas permintaan mereka, setelah melengkapi sejumlah persyaratan yang diperlukan,” kata kadi yang tak mau disebutkan namanya ini.

Ia menuturkan, alasan menjadi kadi untuk membantu pasangan yang bersangkutan, agar mereka terhindar dari perbuatan zina, lantaran hubungan cinta mereka tak direstui orang tua.

“Daripada mereka berzina dan berdosa besar, maka lebih baik dinikahkan. Apalagi mereka juga membawa surat wakilah dari wali perempuan dan hal ini sudah sah untuk dinikahkan,” terangnya.

Tidak hanya para perawan, jasa para kadi liar ini juga banyak diincar kalangan pengusaha dan pejabat di Nagan Raya maupun Aceh Barat. Sebagian para pejabat ini menikah lewat jalur jasa kadi agar tidak diketahui oleh istri pertamanya. Bagi para pejabat, ada anggapan jika mereka ketahuan akan merasa malu. “Tak etis jika kita sebutkan siapa orangnya, ini kan rahasia,” kilahnya sambil tersenyum.

Selain kalangan pejabat, pengusaha serta masyarakat biasa juga banyak memakai jasa kadi liar. Beberapa alasan di antaranya didorong karena hubungan rumah tangga yang retak, tak cinta lagi dengan pasangan, serta berbagai faktor lainnya.

Sebagai Teungku Kadi, pria paruh baya ini mengaku tidak merasa bersalah. Lantaran ia hanya menyelamatkan pihak yang ingin berbuat dosa dengan melakukan perbuatan zina. Di kalangan masyarakat keberadaan Teungku Kadi juga mendapat tempat.

“Banyak masyarakat yang tak mau berurusan dengan KUA memilih menggunakan jasa teungku kadi. Selain efisien, persyaratannya juga tidak rumit,” kata seorang wanita di Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Minggu 13 April 2014.

Umumnya masyarakat di desa tidak mau berurusan dengan KUA. Selain jarak tempuh yang jauh ke ibu kota kecamatan, mengurus surat nikah juga terkesan rumit dan berbelit-belit. Sehingga mereka memilih jalur instan menggunakan jasa kadi, asal sah menurut agama.

SuAK Minta BPKP Audit Proyek Air Bersih di Teunom Aceh

LSM Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh, meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh mengaudit proyek pembangunan rehabilitasi jaringan air bersih di Desa Pasie Geulima, Kecamatan Teunom, Aceh Jaya yang telantar. Proyek itu telah menghabiskan anggaran Rp 2,69 miliar dari dana APBK tahun 2009 pada Dinas Pekerjaan Umum di daerah setempat.

“Tidak berfungsinya sarana air bersih atau tidak sesuai bestek, SuAK meminta BPKP segera melakukan audit, karena anggaran yang dikucurkan itu telah mubazir, akibat pembangunan diterlantarkan dan sangat merugikan masyarakat,” ungkap Teuku Neta Firdaus, Koordinator SuAK Aceh, Minggu (13/4).

Sementara kondisi bangunan dan peralatan lainnya untuk pengolahan air bersih di Pasie Geulima yang diperuntukkan bagi empat desa yakni, Desa Teupin Ara, Teupin Asan, Paya Baro, dan Pasie Geulima, telah mulai hancur. Selain itu, proyek tersebut banyak kejanggalan seperti belum dipasangnya pipa penyedot air untuk pengolahan.

“Anggran APBK tahun 2009 senilai Rp 2.694.080.000 itu sia-sia dan mubazir, sehingga pihak BPKP kita minta segera melakukan audit,” sebut Neta Firdaus.

Sekdes Desa Pasie Geulima, Kecamatan Teunom, Zulfikar, mengatakan, sarana air bersih yang dibangun di desanya sejak 2009 lalu, memang tidak berfungsi sama sekali. Ia berharap pemerintah dapat membangun kembali sarana air bersih itu. Sebab, sejumlah desa di kawasan tersebut rawan banjir, dan setiap kali banjir semua sumur digenangi banjir dan keruh, sehingga dengan adanya air bersih nantinya warga bisa memanfaatkan air bersih itu.

Penembakan Maut di Aceh Tewaskan Balita


Mobil Partai Aceh diberondong tembakan di Kawasan Kuburan China, Gampong Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireun Senin 31 Maret 2014 malam. 3 Orang tewas, termasuk seorang balita.

Sedangkan satu korban kritis, yakni Fakhrurrazi (35) warga Gampong Blang Poroh, masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh. Tadi malam Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengunjungi korban.

"Saya sangat prihatin atas kejadian ini, semestinya ini tidak terjadi, " ujar Zaini usai menjenguk Fakhrurrazi, Selasa (1/4/2014).

Sementara itu dokter yang menanggani korban, Suhardi menyatakan, kondisi Fakhrurrazi saat ini sudah mulai membaik pascapengangkatan proyektil peluru di punggung belakang.

"Sekarang kondisi baik, dan kita telah mengangkat proyektil peluru yang bersarang di punggungnya, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujarnya.

Penyidik Kepolisian Daerah Aceh telah memeriksa 10 orang saksi, 5 di antaranya korban yang menumpang di dalam mobil minibus bergambar salah satu caleg Partai Aceh yang ditembak orang tak dikenal di Kawasan Gampong Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen Senin 31 Maret 2014. 3 Orang tewas ketika itu, termasuk seorang balita.

"Sampai saat ini terus kita dalami. Kita sudah lakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi, di dalamnya 5 penumpang dari mobil yang kena tembakan," kata Kabag Penum Polri Kombes Pol Agus Riyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (2/4/2014).

Selain memeriksa para saksi, polisi juga telah menyita 8 selongsong peluru di lokasi kejadian penembakan yang berasal dari senapan jenis AK-47.

"Beberapa saat setelah insiden penembakan, polisi menemukan 4 selongsong peluru. Hingga kini polisi telah menemukan 8 selongsong peluru di lokasi penembakan," ujar dia.

Namun, Agus lagi-lagi membisu ketika ditanyakan soal unsur politik dalam insiden itu. Begitu juga soal motif di balik penembakan, ia beralasan polisi masih mendalaminya.


"Teman-teman media bisa memberikan data yang valid. Jangan menduga-duga terhadap peristiwa. Peristiwa di posko (Nasdem) itu sudah berhasil kita ungkap. Berbeda dengan kemarin yang dialami di Bireuen," ujar dia.

Sebelumnya, sebuah minibus yang membawa 12 penumpang tiba-tiba ditembaki orang tak dikenal. 3 Orang tewas dan 1 lainnya kritis. Korban tewas adalah bocah berusia 1 tahun 8 bulan bernama Khairil Anwar. Satu lainnya adalah seorang perempuan berusia 19 tahun bernama Azilawati serta Zuwaini, pria berusia 26 tahun. Sedangkan korban kritis bernama Fahrurazi (25).

Kepolisian menemukan 4 selongsong peluru di lokasi pemberondongan mobil milik kader Partai Aceh di Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, yang mengakibatkan 3 orang tewas diterjang timah panas. Selongsong tersebut diperkirakan ditembakkan dari senjata laras panjang yang digunakan pelaku.

Kasat Reskrim Polres Bireuen AKP Jatmiko mengatakan, pagi tadi pihak kepolisian kembali mengumpulkan keterangan dan bukti di tempat kejadian perkara (TKP). Tak sia-sia, polisi kembali menemukan 4 butir selongsong peluru senapan jenis AK-47.


Beberapa saat setelah insiden penembakan, polisi juga menemukan 4 selongsong peluru. Hingga kini polisi telah menemukan 8 selongsong peluru di lokasi penembakan.

"Barusan kami temukan 4 lagi selongsong AK, tadi malam juga kita temukan 4," ujar Jatmiko saat dihubungi, Selasa (1/4/2014).

Untuk kepentingan pengembangan kasus, 8 selongsong peluru tersebut diamankan di Mapolres Bireuen. Jatmiko menambahkan, selongsong peluru tersebut juga akan dikirim ke laboratorium forensik di Sumatera Utara untuk mengidentifikasi senjata yang digunakan pelaku.

Ia menjelaskan pula, untuk mengungkap pelaku dan motif penembakan, polisi telah meminta keterangan 4 saksi. Keempat saksi yang dimintai keterangan merupakan korban selamat dari insiden penembakan. Namun, kepolisian mengaku belum mengetahui motif penembakan yang menewaskan 3 warga sipil tersebut.

Kericuhan Pemilu di Aceh


Pemilu legislatif di Aceh terpaksa diulang karena surat suara sudah berlubang sebelum pencoblosan dimulai.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, kecurangan ini diketahui pertama kali dari laporan warga yang hendak memilih.

"Ada surat suara yang sudah dilubangi dan ketahuan oleh masyarakat," kata Djoko Suyanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/4/2014).

Kecurangan ini dipastikan terjadi setelah Mabes Polri menggelar teleconference dengan 5 Kapolda yaitu Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.

"Masyarakat saat ini memiliki kesadaran demokrasi yang lebih tinggi," ujar Djoko.

Di Papua, khususnya di bagian pegunungan tengah, beberapa distrik terlambat melaksanakan pemilu karena surat suara belum sampai. Djoko menampik hal itu terjadi karena logistik yang belum siap. "Karena kondisi geografis yang sulit dan faktor cuaca."
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengaku belum tahu alasan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Timur, Ismail yang membawa surat suara tanpa prosedur yang sah. Dia pun enggan menduga tujuan Ismail membawa surat suara secara 'ilegal' itu.

"Dia membawa itu mungkin karena ada kebutuhan," ujar Husni di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (8/4/2014).

Oleh karena itu, pihaknya menyerahkan kepada kepolisian mengenai hal tersebut. Selain itu, Husni menambahkan, KPU Pusat juga akan mempersilahkan polisi memeriksa Ismail untuk dimintai keterangannya.
"Biarlah polisi mendalami apa motifnya," ucap dia.

Sebagai informasi, Ketua KIP Aceh Timur, Ismail telah diamankan polisi. Dia diamankan lantaran di Desa Tanoh Anoe, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, ia kedapatan membawa kotak suara dan surat suara di mobil dini hari ini sekitar pukul 03.00 WIB tanpa prosedur yang sah.

Saat diamankan, Ismail membawa 5 kotak suara berisi surat suara untuk pemilihan DPD, DPR, DPR Aceh, dan DPRK dengan menggunakan mobil double cabin warna merah tanpa ada pengawalan petugas

UN di Aceh

Siswa SMA sederajat di tiga kabupaten/kota, Jumat (11/4) melakukan doa bersama disejumlah lokasi terpisah. Doa bersama menyambut ujian nasional (UN) itu digelar di Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Bireuen.

Di Lhokseumawe, seribuan siswa dari 30 SMA sederajat doa bersama di sekolah masing-masing. Doa bersama dengan cara membaca yasin dan zikir itu juga dirangkai dengan tausiah oleh guru agama setempat.

“Doa bersama di semua sekolah dimulai pukul 07.30 WIB dan berakhir pukul 09.00 WIB. Kegiatan itu diikuti seluruh siswa dan guru,” ujar Kabid Dikmen Disdikpora Lhokseumawe, Nasruddin.

Pada bagian lain ia menjelaskan, soal UN untuk Lhokseumawe sudah diterima pihaknya Kamis (10/4) sekitar pukul 17.00 WIB. Menurutnya, soal UN akan didistribusikan tiap hari sesuai mata pelajaran yang diujiankan. Sebab, jarak dinas dengan sekolah bisa dijangkau pada hari pelaksanaan ujian. “Kita tidak distribusikan soal Un sekaligus untuk menghindari kebocoran,” ungkap Nasruddin seraya menyebutkan peserta UN SMA sederajat di kota itu 3.405 orang.

Di Aceh Utara, ribuan peserta Ujian Nasional (UN) mulai tingkat SD sampai SMA sederajat bersama guru, kemarin, mengikuti doa bersama di Masjid Bujang Salim Dewantara, dan Masjid Agung Lhoksukon. Doa bersama di Dewantara turut dihadiri Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib dan para pejabat Setdakab setempat. Sedangkan di Lhoksukon ikut dihadiri Wakil Bupati, Drs M Jamil MKes.

Wakil Ketua Panitia UN Aceh Utara, Mawardi, kemarin menyebutkan, peserta UN SMA sederajat dari 80 sekolah di kabupaten itu mencapai 7.217 orang. Untuk tingkat SMP sederajat 10.224 orang dan SD dari 394 sekolah sebanyak 12.177 orang. “Persiapan UN sudah matang, hanya menunggu pelaksanaan saja. Soal UN masih diamankan di gudang dengan dijaga polisi. Ketika didistribusikan nanti juga dikawal polisi,” ujarnya.

Kegiatan serupa juga berlangsung di Bireuen. Ratusan siswa SMA/MA di kabupaten itu, kemarin melakukan doa bersama dan mendengar ceramah agama di sekolah masing-masing. Sekolah yang melaksanakan doa bersama itu antara lain SMAN 1 dan SMAN 3 Bireuen, SMAN 1 Peudada, MAN Bireuen, dan MAN Peusangan. Kasie Pendidikan Madrasah Kanmenag Bireuen, M Anis SAg kepada Serambi mengatakan, hampir seluruh madrasah di Bireuen tadi pagi (kemarin) juga melakukan doa bersama dan mendengar ceramah agama.

Sementara itu, logistik UN untuk Bireuen sudah tiba di kabupaten itu pada Kamis (10/4) sore. “Soal serta lembaran jawaban UN sudah diamankan di gudang kawasan Bireuen dan akan didistribusikan ke sekolah-sekolah besok (hari ini-red) dengan dikawal polisi,” katanya.Soal Ujian Nasional (UN) untuk mata pelajaran Biologi jurusan IPA SMA dengan sampul Kabupaten Pidie Jaya, ditemukan 'nyasar' ke Kabupaten Aceh Barat Daya, tepatnya di SMA 1 Susoh, pada hari pertama UN, Senin (14/4/2014).

Kepala Dinas Pendidikan Aceh Barat Daya, Yusnaidi menyebut hal itu tak bermasalah pada pelaksanaan UN di sekolah setempat. Mneurutnya, hal itu Karena soalnya sama, yaitu mata pelajaran Biologi pada jam kedua jurusan IPA SMA.

"Hanya sampulnya saja, soal dalam sampul sama, yaitu biologi," kata Yusnaidi, ketika meninjau UN di SMA 1 Susoh, bersama Wabup, Yusrizal Razali, Senin siang.

Kepala SMA 1 Susoh, Rina S menjelaskan, jumlah siswa/siswi sekolah dipimpinnya yang mengikuti UN tahun ini adalah 189 peserta. Mereka terbagi dalam jurusan IPA 95 peserta dan IPS 93 peserta.

"Satu siswa tidak ikut karena menderita sakit, yaitu Laila Rahmadhani, jurusan IPS," kata Rina S.




Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UN) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Meureudu, Pidie Jaya, Senin (14/4/2014) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia terpaksa dihentikan. Hal itu dikarenakan kekeliruan pengisian biodata siswa pada Lembaran Jawaban Komputer (LJK) dengan kode soal ujian.

Penghentian UN bidang Bahasa Indonesia di MAN 1 Meureudu tersebut, terungkap setelah Kepala Sekolah menanyai kepada Pegawas Silang (PS) yang ditempatkan disekolah tersebut dalam membagikan soal logistik UN.

Ternyata, pengawas silang tersebut terlebih dahulu membagikan LJK yang disobek dari paket soal UN kepada siswa untuk mengisi biodata dan kede soal ujian, baru 15 menit kemudian membagikan soal.