Rabu, 15 Mei 2013

Golput di Pilgub Sumut tinggi, Mendagri bingung

Jumlah pemilih yang menggunakan haknya pada Pilgub Sumut berjumlah 5.001.430 orang. Angka ini hanya 48,506 % dari total 10.310.872 pemilih pada DPT Sumut.

Di antara suara yang masuk, terdapat 139.963 suara tidak sah. Suara sah pada Pilgub ini berjumlah 4.861.467
suara.

Dari rekapitulasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut yang digelar di Hotel Grand Angkasa, Medan, Jumat (15/3) petang, pasangan nomor urut 5 Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi (Ganteng) memenangi Pilgub yang digelar 7 Maret lalu.

Pasangan Ganteng memperoleh 1.604.377 atau 33 % dari 4.861.467 suara sah. Mereka disusul Pasangan nomor urut 2 Effendi Simbolon - Jumiran Abdi (ESJA) yang mendapatkan 1.183.187 (24,34 %) suara; Pasangan nomor urut 1 Gus Irawan Pasaribu -Soekirman (Gusman) memperoleh 1.027.433 (21,13%) suara.

Selanjutnya, pasangan nomor urut 4 Amri Tambunan - RE Nainggolan (Amri RE) mendapat 594.414 (12,23 %) suara; dan pasangan nomor urut 3 Chairuman Harahap - Fadly Nurzal (Charly) dengan 452.096 (9,3 %) suara.

"Berdasarkan suara sah, KPU menetapkan pasangan nomor urut 5 atas nama Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan perolehan 1.604.337 suara, dengan persentase 33%, sebagai cagub dan cawagub Sumut terpilih untuk periode 2013-2018," kata Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution pada rapat pleno penetapan pemenang Pilgub Sumut di Hotel Grand Angkasa, Medan, Jumat (15/3) malam.

Penetapan cagub dan cawagub Sumut terpilih ini dilakukan setelah KPU memutuskan pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi memperoleh 1.604.377 suara atau 33 % dari 4.861.467 suara sah. Pasangan ini mengungguli 4 pasangan lainnya.

Irham menyatakan, keputusan KPU soal cagub dan cawagub terpilih berlaku mulai hari ini, Jumat (14/3). Namun, bila terdapat kesalahan, dapat dilakukan perbaikan di masa datang.

Cagub dan cawagub terpilih ini ditetapkan meskipun saksi dari pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi dan pasangan Gus Irawan Pasaribu-Soekirman, menolak menandatangani berita acara rekapitulasi penghitungan suara.

Arteria Dahlan, saksi dari pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi, bahkan meminta KPU menunda penetapan hasil Pilgub. Permintaan itu disampaikan Arteria, setelah pihaknya mengklaim menemukan banyak pelanggaran pada Pilgub Sumut.

Dia mencontohkan pelanggaran itu dengan menuding Gatot Pujo Nugroho menyalahgunakan wewenangnya sebagai Plt Gubernur Sumut. Selain itu, mereka juga mengklaim menemukan banyak formulir C6 yang tidak dibagikan ke basis pemilih pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi.




Tingginya angka masyarakat yang tidak memilih (golput) pada Pilgub Sumut 7 Maret lalu menjadi perhatian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Dia menyatakan akan mengkaji alasan warga menolak menggunakan hak pilihnya.

"Ini yang perlu kita analisa, apa penyebabnya? Di Medan itu yang milih cuma 36%. Ini harus menjadi kajian bagi Kesbangpol dan terutama KPU. Apakah sosialisasinya kurang atau ada apa?" ucap Gamawan seusai melantik Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur Sumut di Medan, Kamis (14/3).

Sebelumnya, pemilih yang memberikan suaranya pada Pilgub Sumut 7 Maret lalu berjumlah 776.920 jiwa. Angka ini hanya 36,62 % dari 2.121.551 calon pemilih yang tertera pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sisanya, 63,38% lainnya memilih golput.

Gamawan memaparkan, gejala meningkatnya golput tidak hanya terjadi di Sumut. Pada Pilgub Jawa Barat, angkanya juga sekitar 60%. Angkanya di seluruh Indonesia berkisar 60-65%.

Namun, dia mengaku sangat heran, angka golput justru sangat tinggi di Kota Medan. "Kenapa sangat kecil, 36% itu. Nanti akan saya coba menganalisanya," ungkapnya.

Begitupun, kata Gamawan, fenomena tingginya golput juga terjadi di negara maju. Di Amerika Serikat, misalnya, hak pilih yang tidak digunakan juga berkisar 50%. "Kalau total di seluruh Sumut, angkanya memang di atas AS, tapi turun dibanding dulu. Itu persoalannya, ada apa ini?" tanyanya.

Namun dia juga menduga bisa saja sosialisasi yang dilakukan masih kurang. "Atau masyarakat sudah jenuh memilih, karena harus memilih presiden, legislatif pusat, legislatif daerah, gubernur, wali kota, bupati, sampai kades. Jangan sampai imam masjid juga nanti dipilih," ujarnya.

Namun, dia memastikan tingginya angka golput ini bukanlah hal yang mendasari wacana gubernur kembali dipilih DPRD. Usulan mengembalikan metode pemilihan itu didasarkan pada pertimbangan lain, yaitu gubernur merupakan wakil pemerintah pusat di daerah. Kewenangannya juga sangat terbatas.

"Apabila kewenangan gubernur lebih besar, mungkin tidak perlu dipilih DPRD. Ini yang sedang digodok DPR," jelasnya.

Soal wakil, Kemendagri mengusulkan agar dipilih setelah gubernur terpilih. Jumlahnya bisa satu, dapat pula lebih. "Sekarang diputuskan satu. Jabar penduduknya 46 juta, wakil gubernurnya satu. Begitu juga Jatim yang penduduknya 42 juta. Ada propinsi yang penduduknya 12 ribu, wakil gubernurnya satu juga. DKI pernah punya 3 wakil gubernur, Sumut juga pernah punya wakil gubernur lebih dari 1," sebut Gamawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar