Rabu, 15 Mei 2013

Effendi Simbolon gugat hasil Pilgub Sumut ke MK



Calon Gubernur (cagub) Sumatera Utara (Sumut) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon menggugat hasil pilgub ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berbekal sejumlah bukti, dia yakin pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan pilgub itu dapat terbukti.

"Ada beberapa kategori yang memang dilakukan pihak KPUD, ada yang dilakukan pihak kabupaten maupun bukti dari pelanggaran Gatot-Tengku Erry termasuk dalam halnya penggunaan APBD dan konspirasi dengan kabupaten yang mendapatkan dana bantu daerah yang konspiratif. Dampaknya juga bisa ke tindak pidana korupsi," ujar Effendi di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (2/4).

Effendi menuding pasangan Gatot-Tengku Erry membuat konspirasi dengan pejabat-pejabat di daerah dalam bentuk politik uang. Hal itu diwujudkan dengan cara pemberian bantuan menggunakan dana APBD, pemberian dana BOS diarahkan sebagai alat kampanye.

"Kami bisa melihat arah ke mana permohonan ini ujungnya," terang Effendi.

Lebih lanjut, anggota Komisi VII DPR RI ini merasa ragu dengan jumlah DPT yang digunakan KPU Sumut. Sebab, menurut dia, tidak mungkin jumlah pemilih di Sumut hanya mencapai 45 persen.

"Banyak warga yang mempertanyakan perolehan suara tidak direkapitulasi oleh KPU Sumatera Utara," ujarnya.


Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut) membantah tuduhan yang dilontarkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 2 Effendi Simbolon-Jumiran Abdi (Effendi-Jumiran) terkait sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan gubernur (Pilgub). KPU menilai tuduhan itu terkesan dipaksakan sehingga menyesatkan.

"Pemohon telah mengorasikan dalil-dalil yang penuh repetisi (pengulangan). Tuduhan pelanggaran yang dipaksakan untuk ditulis sekadar untuk menggambarkan terjadinya pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Tuduhan itu tidak benar, kabur dan sesat menyesatkan," ujar kuasa hukum KPU Sumut, Andi M Asrun, dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (3/4).

Asrun mengatakan, sebuah kewajaran apabila KPU menilai tuduhan pemohon menyesatkan. Sebab, semua dalil yang digunakan pasangan Effendi-Jumiran bersifat asumtif-spekulatif dan tidak merujuk pada fakta sebenarnya.

"Sesungguhnya tuduhan-tuduhan atau dalil-dalil permohonan keberatan pemohon lebih merupakan gambaran yang bersifat asumtif-spekulatif. Karena itu, tidak mengherankan bila terjadi pengurangan penulisan bukti-bukti dalam permohonan serta terjadi kesalahan memasukkan dalil perkara sengketa Pilgub Jabar dalam permohonan itu," kata Asrun.

Lebih lanjut, Asrun menambahkan, tidak benar jika KPU melakukan tindakan diskriminasi terhadap kelompok tertentu seperti Cina, Batak, dan Kristen. Dia justru balik menuding dalil tersebut merupakan fitnah yang sengaja dibuat oleh kubu Effendi-Jumiran untuk menjatuhkan KPU.

"Ini fitnah. Tidak masuk akal, karena soal beda agama bukan masalah di Sumut kalau pemohon paham betul karakter masyarakat Sumut," pungkas dia.






Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut) yang diajukan oleh pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi (Effendi-Jumiran). Dengan putusan ini MK menyatakan hasil rekapitulasi surat suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut sah.

"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Akil Mochtar membacakan amar putusan di Jakarta, Senin (15/4).

Putusan ini dijatuhkan MK dengan mendasarkan pada dalil pemohon tidak meyakinkan untuk menunjukkan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan Pilgub Sumut. MK pun menyatakan telah sering mengingatkan kepada pemohon untuk menyerahkan bukti yang dapat disahkan dalam persidangan.

"Mahkamah telah beberapa kali mengingatkan dan memberi kesempatan kepada Pemohon untuk mengajukan alat bukti surat atau tulisan, namun sampai dengan persidangan terakhir Pemohon tidak juga mengajukan alat bukti surat atau tulisan tersebut, sehingga alat bukti surat atau tulisan Pemohon tidak disahkan dalam persidangan," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Anwar mengatakan, setiap alat bukti yang digunakan di MK harus disahkan dalam persidangan. Sehingga apabila alat bukti yang diserahkan usai persidangan berlangsung, maka hal itu tidak dapat diipertimbangkan dalam putusan.

"Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan Mahkamah Konstitusi," ucap Anwar.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menerangkan, dalil pemohon yang menuding adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh calon incumbent Gatot Pujo Nugroho tidak terbukti. Menurut dia, MK sejumlah bantuan yang diberikan Pemprov sudah berdasarkan persetujuan dari DPRD sesuai peraturan perundang-undangan sehingga keliru apabila pemohon menilai bantuan itu merupakan perdagangan pengaruh yang dilakukan oleh pihak terkait.

"Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa Bantuan Keuangan Daerah Bawahan (BDB) dalam APBD Tahun 2013 belum ada yang direalisasikan," terang Hamdan.

Sebelumnya, KPU telah menetapkan pasangan incumbent Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi memenangkan Pilgub dengan perolehan sebanyak 1.604.337 suara atau 33 persen. Urutan kedua diraih pasangan Effendi-Jumiran dengan perolehan 1.183.187 suara atau 24.34 persen. Urutan ketiga ditempati pasangan Gus Irawan Pasaribu-Soekirman dengan 1.027.433 suara atau 21,13 persen. Sedangkan urutan keempat dan kelima ditempati pasangan Haji Amri Tambunan-RE Nainggolan dengan 594.414 suara atau 12,23 persen dan pasangan Chairuman Harahap-Fadly Nurzal dengan 452.096 suara atau 9,30 persen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar