Kamis, 04 April 2013

Massa Kibarkan Merah Putih


TAKENGON - Pawai Bendera Merah Putih berlangsung serentak di Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, Senin (1/4). Pawai yang melibatkan ratusan orang dari kalangan mahasiswa, ormas, dan masyarakat, dinyatakan sebagai bentuk penolakan serta protes terhadap pengesahan Bendera Bintang Bulan dan Lambang Burak Singa oleh DPRA dan Gubernur Aceh, beberapa hari lalu.

Di Aceh Tengah, pawai Bendera Merah Putih diawali dengan berkumpulnya massa di depan Gedung Olah Seni (GOS) Kota Takengon. Sekira pukul 11.00 WIB, massa yang mengusung Bendera Merah Putih dengan menggunakan sepeda motor dan becak motor, mulai bergerak berkeliling kota Takengon.

Rute yang ditempuh adalah, GOS -  Jalan Sengeda - Jalan Rumah Sakit -Simpang Empat Bebesen - Jalan Lebe Kader - Pasar Inpres - Pasar Bawah - Gedung DPRK Aceh Tengah. Di depan Gedung Dewan ini, massa kemudian mengundangankan lagu Indonesia Raya, tanpa melakukan orasi.

“Kegiatan (konvoi) ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan Gubernur Aceh dan DPRA, terkait Qanun Bendera dan Lambang Aceh,” kata koordinator massa, Aramiko Aritonang.

Menurut Aramiko, pengesahan Qanun Bendera maupun Lambang Aceh, merupakan tindakan makar dan dapat merusak perdamaian di Aceh. Apalagi keputusan itu bukan sepenuhnya keinginan seluruh rakyat di Provinsi Aceh. “Yang dibutuhkan masyarakat bukan bendera atau lambang. Tapi masyarakat mengharapkan kesejahteraan,” ujarnya.

Lebih jauh disampaikan, dengan dilakukannya konvoi bendera merah putih, diharapkan mampu meningkatkan semangat nasionalisme, khususnya bagi masyarakat di dataran tinggi Gayo. Sehingga sebut Aramiko, ke depan dapat tercipta satu kesatuan di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kegiatan ini juga sebagai salah satu bentuk protes terhadap keputusan Pemerintah Aceh dan DPRA, soal pengesahan Bendera dan Lambang Aceh,” ungkap Aramiko.

Sementara di Kutacane, Aceh Tenggara, Mahasiswa Intelektual Gayo Alas Singkil (Migass) memajangkan Bendera Merah Putih di jalan protokol Kutacane, Kecamatan Babussalam. Deretan Bendera Merah Putih terlihat di sepanjang 500 meter jalan mulai depan Mapolres Agara hingga ke Stadion Haji Syahadat Kutacane. Kegiatan itu sebagai bentuk protes mereka terhadap Bendera Bintang Bulan dan Lambang Singa Burak.

Pemasangan bendera merah putih dengan kayu bambu dipajangkan ke tanah median jalan dua jalur itu sempat menyita perhatian pengguna jalan dan masyarakat setempat. Mereka juga menghormat Bendera Merah Putih sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Koordinator aksi, Nawi Sekedang yang juga Ketua Harian Komite Panitia Persiapan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA), dalam orasinya, mengimbau semua lapisan masyarakat, kantor-kantor dan intansi vertikal lainnya untuk tidak mengibarkan Bendera Bintang Bulan. Ia menegaskan, di Agara harus tetap berkibar Bendera Merah Putih, karena NKRI merupakan harga mati.

“Jangan ada pengibaran bendera bulan bintang sebelum ada pengesahan dari Mendagri dan mereka minta kepada Mendagri jangan mengesahkan Qanun Bendera Aceh tersebut.

Pada pukul 14.00 WIB siang, massa kembali memancangkan Bendera Merah Putih di median jalan protokol persisnya di depan Kantor Bupati Agara di Desa Kutacane Lama, Kecamatan Babussalam. Massa mencapai puluhan orang yang diwakili dari masing-masing senat dari Fakultas-Fakultas di Universitas Gunung Leuser (UGL), Senat  STAISES Kutacane, dan PEMA UGL Kutacane.(c35/as)

Trauma Konflik
KETUA Dewan Perjuangan Rakyat Aceh Leuser Antara (DPR-ALA), Zamzam Mubarak mengatakan, konvoi Bendera Merah Putih di Takengon, Senin (1/4) kemarin, sebagai penegasan bahwa pemuda dan masyarakat Gayo menolak Bendera dan Lambang Aceh, karena berbau separatis dan membangkitkan trauma konflik.

“Lambang dan Bendera yang disahkan oleh DPR dan Pemerintah Aceh ini merupakan bendera pergerakan pada masa konflik di Aceh. Artinya, bila pengibarannya dilegalkan, saya kira bisa menyebabkan trauma konflik bagi mayoritas masyarakat Aeh,” sebut Zamzam Mubarak. Ia juga menyatakan, solusi untuk menghindari perselisihan ini adalah harus segera dibentuk provinsi baru yakni, Aceh Leuser Antara (ALA).

Jangan Berlebihan

ANGGOTA DPRK Aceh Tengah, Bardan Sahidi, usai menemui massa yang melakukan konvoi Bendera Merah Putih mengatakan, pihaknya menyambut baik aksi damai yang dilakukan oleh mahasiswa, ormas dan masyarakat.

“Sesuai dengan undang-undang, Bendera Merah Putih harus lebih tinggi dari bendera-bendera yang lain. Tak ada bedanya, dengan bendera PSSI sebelum kompetisi sepak bola, pasti Bendera Merah Putih lebih tinggi di antara bendera lain,” kata Bardan.

Karenanya, Bardan berpendapat tidak perlu berlebihan dalam menyikapi  pengibaran Bendera Aceh. Demikian juga dengan eforia atas diberlakukannya qanun Aceh, tentang bendera dan lambang Aceh, yang dianggap menjadi suatu hal yang kurang produktif.

“Paling penting saat ini, bagaimana menyatukan masyarakat Aceh, lahir dan batin, dunia akhirat, bermartabat, bersyariat dalam bingkai NKRI. Sementara lambang dan bendera adalah sebagai simbol pemersatu. Untuk saat ini,masih banyak tugas kita untuk mengejar ketertinggalan Aceh dengan daerah lain,” kata politisi PKS ini.(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar